It Just a Tiny Problem

Sabtu malam minggu lalu aku bertemu dengan seseorang.
Seseorang yang tidak cukup ku kenal, tapi ibuku tahu banyak tentang dia.
Oh tentu, karena dia muridnya.

Satu hal yang membuatku masih menyisakan pikiran tentang orang itu adalah karena cerita hidupnya.
Aku tipe orang yang melankolis. 
Aku akan ikut kebawa suasana dengan cerita jika itu relate sama ceritaku.

Sebagai manusia yang sama-sama lahir di tahun 95, aku ngerasa obrolan kami di malam itu memang cukup membuat suasana jadi sendu.
Akhirnya kami berdua mengeluarkan unek-unek yang ada dalam hidup kami.
Aku yang tidak pernah se-loose itu cerita pada siapapun, pada akhirnya aku berani buka suara. 

Tapi ternyata bukan cuma aku, diapun bercerita tentang lika liku hidupnya. 
Berat.
Dia bilang porsiku lebih berat dibanding dia.
Tapi dalam kacamataku, porsi dia pun tidak cukup ringan untuk bisa aku jalani.

Ternyata hidup memang begini.
Masing-masing insan punya cerita keterpurukannya sendiri yang berhasil mereka tutupi dengan kegiatan sehari-hari.
Trauma untuk melangkah karena cerita masalalu tak pelak kadang menghantui setiap waktu.

Aku percaya setiap orang punya cerita tentang kondisi terpuruk.
Dengan porsi yang berbeda: menurut kita berat, belum tentu demikian menurut orang diluar sana.
Dan aku salut pada mereka, (juga diri ini) yang masih bertahan untuk melanjutkan perjalanan.

Satu hal yang pasti:
Belajarlah mendengarkan cerita orang sampai selesai dengan tidak memotong dan mengalihkan pada ceritamu.
Untuk kamu belajar, bahwasannya dunia tidak hanya jahat kepadamu.

Denpasar, 20/02/2020

Komentar